SURABAYA | KOMANDOPATASTV.COM
Mudji Witono, warga Tambak Asri, Kota Surabaya, mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur (Jatim) pada Kamis siang, 22 Mei 2025. Kedatangannya untuk mengikuti gelar perkara ulang atau gelar perkara khusus atas laporannya yang disampaikan ke Polda Jawa Timur pada 20 Juni 2024, atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Terlapor berinisial Sdr. GPU, warga Jalan Raya Harmoni, Desa Kembangan, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, yang juga Direktur PT Graneda. Gelar perkara khusus ini dipimpin oleh Kepala Bagian Pengawas Penyidikan (Kabag Wassidik) Ditreskrimum Polda Jawa Timur, dengan dihadiri oleh pihak terkait, seperti penyelidik Subdit 2 Harta dan Benda (Harda) dan pihak Bank Syariah Indonesia (BSI).
"Saya mengajukan gelar perkara ulang karena yakin ada tindak pidana dalam laporan saya. Saya ingin keadilan atas keputusan Penyelidik Subdit 2 Harda yang telah menerbitkan SP3 (surat pemberitahuan penghentian penyelidikan), yang katanya tidak ditemukan peristiwa pidana," kata Mudji Witono usai mengikuti gelar perkara khusus di Ditreskrimum Polda Jatim.
Butuh perjuangan panjang bagi Mudji Witono agar bisa memperoleh secuil keadilan dari Kepolisian. Saat terbit surat SP3 dari Ditreskrimum Polda Jatim tanggal 29 November 2024 yang ditandatangani oleh AKBP Suryono selaku Wakil Direktur Reskrikum Polda Jatim, seketika keadilan di Kepolisian itu ibarat tertutup rapat.
Namun, Mudji Witono tak patah arang. Dia mendobrak pintu yang sekiranya memberikan keadilan agar kasusnya bisa ditindaklanjuti hingga muncul peristiwa pidana yang diyakininya. Demi mendapat keadilan itu, Mudji Witono memberanikan diri untuk mengadukan oknum Penyidik yang terlibat dalam penanganan perkaranya ke Kapolda Jawa Timur, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propram) Polda Jatim, Irwasda Polda Jatim, dan Biro Wassidik Polda Jatim.
Menurut Mudji Witono, ada dugaan persekongkolan antara Penyidik dengan pihak Terlapor dan para pihak lain yang terlibat dalam perkara Laporan Polisi yang disampaikannya. Sehingga, laporannya diterbitkan SP3 oleh Ditreskrimum Polda Jatim.
"Saya melaporkan oknum Penyidik karena ketidakpuasan saya terhadap oknum penyidik Subdit 2 Harbangtah Ditreskrimum Polda Jatim dan Wassidik Ditreskrimum Polda Jatim. Oknum Penyidik tidak transparan, kurang profesional, dan kurang jujur saat melakukan penyelidikan dalam perkara saya. Contohnya, menyembunyikan dan menutupi barang bukti Terlapor (GPU) berupa bukti transfer, yang dijadikan dasar diterbitkan SP3. Penyidik bilang, GPU telah mentransfer Rp 400 juta ke Maharani Elissa. Pertanyaannya, Maharani Elissa ini siapa? Maharani bukan istri saya. Bukan pembeli rumah tinggal atau debitur," ujar Mudji Witono.
Laporan Mudji Witono karena tidak terima atas dihentikan laporannya melalui SP3 oleh Ditreskrimum Polda Jatim rupanya disambut baik oleh Biro Wassidik maupun Propram. Pihak Subdit 2 Harbangtah Ditreskrimum Polda Jatim diminta untuk melakukan gelar perkara khusus, dan pelaksanaannya digelar pada Kamis, 22 Mei 2025.
"Gelar perkara khusus ini adalah jawaban. Semoga ditindaklanjuti dengan dibuka kembali perkara saya ini. Sebagai penegak hukum, harusnya akuntabel, jujur, dan transparan, yang bisa memberikan rasa keadilan hukum bagi orang yang terzolimi. Bukan membela orang yang bersalah," tegas Mudji Witono.
Dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dengan Terlapor Sdr. GPU, dijelaskan oleh Mudji Witono dalam kaitan dengan transaksi pembelian 1 unit rumah pada tahun 2014 silam. Menurut Mudji, dia membeli 1 unit rumah di Perumahan Grand Gresik Harmony, developer PT Graneda di Kabupaten Gresik, melalui Sdr. GPU. Pembelian secara inhouse selama 1 tahun, dengan harga Rp 865 juta.
Pada proses pembelian itu, PT Graneda menyatakan terdapat kurang bayar Rp 255 juta. Menurut Mudji Witono, kurang bayar tersebut bukan dari harga pembelian rumah, melainkan karena masalah renovasi rumah yang dilakukan PT Granda.
"Mau renovasi sendiri tidak boleh. Lalu direnovasi oleh PT Granda, sehingga muncul kurang bayar Rp 255 juta. Untuk pembelian rumahnya Rp 865 juta sudah lunas, cuma kekurangan biaya renovasi saja," ungkap Mudji.
Dari kekurangan itu, Mudji meminta waktu melunasinya dalam waktu 2-3 bulan. Namun, GPU ingin Mudji cepat melunasinya. Kemudian pada 18 Juli 2014, Mudji diajak oleh GPU ke Notaris Evva Yerry Mahmudah untuk mengagunkan surat tanah dan bangunan ke bank demi melunasi kurang bayar Rp 255 juta.
"Sesampainya di Notaris, semua dokumen sudah disiapkan oleh para pihak untuk ditandatangani tanpa meminta identitas apapun dari saya. Pihak yang hadir yakni BRI Syariah (sekarang BSI) dan GPU. Surat tanah yang diagunkan SHGB nomor 3632 atas nama PT Graneda, dengan nilai hak tanggungan Rp 765 juta. Akadnya, pembiayaan Murabahah Bill Wakalah," jelasnya.
Pada saat tandatangan akad itu, Mudji diatasnamakan Ferdiansyah. Mudji saat itu heran, kenapa identitasnya diubah jadi Ferdiansyah. Padahal, Ferdiansyah ialah anaknya.
"Saya bukan Ferdiansyah, tapi suruh tandatangan atas nama Ferdiansyah. Saat mempertanyakan hal itu, kata Notaris, ini hanya formalitas. Notaris tetap menyuruh saya untuk menandatangani surat akad pembiayaan di BRI Syariah," jelas Mudji.
Setelah tandatangan itu, BRI Syariah memberikan fasilitas pembiayaan sebesar Rp 612 juta dengan agunan SHGB nomor 3632, luas 180 m2. Debiturnya bukan atas nama Mudji, tapi Ferdiansyah.
Yang membuat Mudji merasa ditipu, GPU mencairkan dana Rp 612 juta dari BRI Syariah tanpa persetujuan darinya. Dana tersebut hasil dari pencairan agunan Surat Tanah dari rumah yang dibeli oleh Mudji.
"Karena saya tidak pernah menerima pencairan uang Rp 612 juta dari BRI Syariah, saya tidak mau melanjutkan angsuran kredit yang dibebankan ke saya. Sehingga pihak BRI Syariah melelang rumah di Perumahan Grand Gresik Harmony blok B2/4, yang SHGB nomor 3632 yang jadi agunan di BRI Syariah. Nilai lelang Rp 580 juta. Atas peristiwa tersebut, saya mengalami kerugian Rp 3 miliar," kata Mudji.
Sebelum dilelang, Mudji telah mengangsur dari Agustus 2014 sampai Februari 2016. Totalnya Rp 222 juta. Dalam pembayaran angsuran tersebut, Mudji tidak menggunakan buku rekening, tetapi hanya menyampaikan nomor rekening ke Teller BRI Syariah. Alasan Mudji, dia tidak punya buku tabungan tersebut.
Tidak hanya dugaan pidana penipuan dan penggelapan. Mudji menilai, patut diduga ada pindana pemalsuan. Karena uang Rp 612 juta yang dicairkan oleh BRI Syariah masuk ke rekening tabungan atas nama Ferdiansyah.
"Saya tidak pernah membuat buku tabungan rekening dan tidak pernah menandatangani buku Tabungan rekening di BRI Syariah. Saya juga tidak pernah menerima buku rekening tersebut. Apalagi membuat surat kuasa transfer yang ditujukan ke rekening Developer atas nama GPU, tidak pernah. Copy surat kuasa, buku tabungan, KTP beserta copy dokumen surat lainnya, saya temukan pada saat Maharani Elisa kabur dari rumah tinggal di Perumahan Grand Gresik Harmony blok B2/4 pada tahun 2016," jelas Mudji.
Dikatakan Mudji, dugaan pemalsuan surat makin kuat, tatkala ditemukan buku tabungan BRI Syariah atas nama Ferdiansyah dibuat/dicetak pada 18 Juli 2014 dengan dasar menggunakan KTP palsu atas nama Ferdiansyah. Sedangkan KTP atas nama Ferdiansyah dibuat/dicetak pada 14 September 2015. Dari kejanggalan tersebut, dapat disimpulkan bahwa buku tabungan atas nama Ferdiansyah dibuat/dicetak jauh sebelum diterbitkannya KTP atas nama Ferdiansyah.
"Buku rekening tabungan tersebut ditutupi dengan tempelan kertas tipis warna putih oleh BRI Syariah. Ini sudah terjadi pemalsuan data. Belum lagi rekening koran. Ada transaksi pada 1 Januari 2014, jauh sebelum diterbitkannya buku rekening tabungan atas nama Ferdiansyah pada 18 Juli 2014 oleh BRI Syariah. Jadi, saya menduga, sebelum terjadi akad pembiayaan BRI Syariah, sudah ada persekongkolan antar pihak. Saya juga mempertanyakan kemana uang sisa pengembalian lelang Rp 556.775.000 yang ada di rekening tabungan atas nama Ferdiansyah. Karena data Ferdiansyan fiktif. Apakah uangnya digelapkan oleh oknum BRI Syariah (sekarang BSI) ? Karena itu, Ditreskrimum Polda Jatim harus mengusut tuntas," tegas Mudji. (LIMBAT)
0 Komentar